Choose a Bible Book or Range
Type your text here
Ignore Case
Highlight Results

October 17, 2010

Fungsi Doa Syafaat

Saluran-Saluran Belas Kasihan

Doa syafaat dimulai dengan belas kasihan supernatural yang sama. Kepedulian seperti itu adalah suatu karunia yang datangnya hanya dari Tuhan. Dia memberikannya kepada siapa saja dan kepada semua orang percaya yang mau menyediakan dirinya. Karena hanya Tuhan yang dapat memberikan perasaan ini, maka kita harus mendekat kepada Dia untuk mendapatkannya.

Paulus berkata kepada orang percaya untuk "hidup di dalam kasih" (Efesus 5:2), atau dalam terjemahan lain "hendaklah penuh dengan kasih". Karena Tuhan adalah kasih, hidup di dalam kasih atau "hendaklah penuh dengan kasih" artinya dipenuhi dengan Tuhan. Ini berarti kita harus banyak meluangkan waktu untuk berada dalam hadirat-Nya dan bersekutu dengan Dia. Jadi, belas kasihan adalah jantung hati doa syafaat.

Belas kasihan itu lebih dari sekadar mengasihani. Belas kasihan adalah kasih yang dinamis, yaitu kasih yang dinyatakan melalui perbuatan. Belas kasihan adalah suatu kehidupan yang terlibat dalam pergumulan orang lain.

Kristus telah memberikan kepada kita ungkapan sepenuhnya dari belas kasihan yang aktif pada waktu Ia mati di atas kayu salib untuk menyingkirkan penderitaan umat manusia yang disebabkan oleh dosa. Yesus tidak menjadi seorang pendoa syafaat hanya ketika Ia berdoa, seperti yang telah kita lihat; tetapi Ia menjalani kehidupan seorang pendoa syafaat. Yesus adalah belas kasihan. Ketika Ia berdoa, doanya adalah doa yang penuh belas kasihan. Melihat Kristus berdoa adalah melihat Kasih yang bertumpu pada lutut.

Bagaimana seseorang hidup akan menentukan bagaimana orang itu berdoa. Seperti Andrew Murray menulis, "Kehidupan doa seseorang ditentukan oleh bagaimana ia menjalani hidupnya. Kehidupan itulah yang berdoa." Jadi seorang pendoa syafaat tidak dibentuk mulai dengan suatu beban untuk berdoa, melainkan dengan suatu beban untuk mengasihi -- suatu beban yang pada akhirnya akan memimpin pendoa syafaat itu kepada suatu kegiatan doa penuh belas kasihan yang sangat dalam yang mengalir ke luar dari tujuh fungsi doa syafaat.

Pada edisi kali ini, kita akan membahas dua dari tujuh fungsi tersebut.


  1. Panggilan untuk Melayani
    Doa syafaat adalah pelayanan. Doa syafaat adalah penyediaan diri. Pikirkan teladan yang diberikan oleh Yesus, Pendoa Syafaat utama kita. Ia berkata, "dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:44-45)

    Pelayanan adalah denyut jantung dari doa syafaat. Tidak ada seorang pun yang dapat berdoa dengan efektif bagi orang lain kalau ia tidak memiliki roh pelayan dari Kristus. Dalam bahasa Yunani, kata untuk melayani dalam Markus 10:45 adalah "doulos" yang artinya "terikat karena pilihan". Yang artinya menyerahkan diri secara sukarela ke dalam pelayanan kepedulian.


  2. Panggilan Untuk Berperang
    Doa syafaat adalah peperangan. Doa syafaat berarti terlibat dalam peperangan rohani. Sekilas hal ini sepertinya keluar dari fungsi melayani. Namun dengan jelas suatu roh peperangan mewarnai doa syafaat yang sungguh-sungguh. Hal ini adalah lukisan yang paling baik digambarkan oleh Kristus dalam pengalaman "peperangan rohani" Getsemani-Nya (Lukas 22:39-44). Karena Lukas adalah seorang dokter, maka terutama sangat berharga sekali untuk mempelajari kesungguhan dari pernyataannya: "Dan ketika berada dalam penderitaan yang mendalam, Dia semakin bersungguh-sungguh berdoa. Dan peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang jatuh ke tanah." (Lukas 22:44, ILT) Kata "penderitaan yang mendalam" yang dipakai Lukas di sini berasal dari kata Yunani "agonia", yang menunjukkan "suatu tempat untuk bertanding" atau suatu medan pertempuran. Akar katanya adalah "agon", yang menggambarkan suatu tempat orang Yunani berkumpul untuk merayakan pertandingan- pertandingan mereka yang paling khidmat.

    Puji Tuhan -- Yesus keluar dari taman Getsemani dalam keadaan hidup, menang dalam peperangan rohani yang begitu dahsyat yang dapat membunuh-Nya bahkan sebelum Ia sampai pada kayu salib. Dan bahkan kematian-Nya di atas kayu salib, ketika Kristus menjadi perwujudan hidup dari doa syafaat, bukanlah merupakan kekalahan seperti yang diyakini oleh Setan, tetapi merupakan suatu kemenangan yang dimeteraikan oleh mukjizat kebangkitan. Sekali lagi Kristus keluar dengan hidup! Paulus memakai tema peperangan ini ketika ia memohon doa-doa dari orang-orang percaya di Roma: "Tetapi demi Kristus, Tuhan kita, dan demi kasih Roh, aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, untuk bergumul bersama-sama dengan aku dalam doa kepada Allah untuk aku." (Roma 15:30) Di sini kata untuk "bergumul" dalam bahasa Yunani adalah "sunagonizomai", di mana akar kata "agonia" tampak lagi, yang merupakan kata yang sama yang diterjemahkan dengan "penderitaan yang mendalam (sangat ketakutan)" dalam penjelasan Lukas mengenai peperangan rohani Kristus di taman Getsemani. Yang ingin Paulus katakan adalah, "Apabila engkau sedang berdoa, masuklah dalam peperangan rohani melawan kuasa-kuasa kegelapan yang akan menghalangi keberhasilanku memberitakan Injil." Ketika kita berdoa syafaat untuk orang lain, kita terlibat dalam pertempuran demi mereka. Yang paling menarik, kadang-kadang kemenangan yang kita raih dalam doa bagi orang lain sesungguhnya membawa berkat untuk kita!

    Selama bertahun-tahun saya memunyai kebiasaan untuk menuliskan nama hamba-hamba Tuhan yang saya jumpai di dalam daftar doa saya. Tentu saja, daftar doa ini menjadi semakin panjang dengan berjalannya waktu, yang membuat saya cenderung untuk memilih-milih dalam menambahkan nama-nama tersebut. Standar penilaian utama saya adalah saya pernah bertemu dengan orang itu dan Roh Kudus mendorong saya
    untuk mencantumkan nama tersebut. Jadi, apabila seorang mahasiswa
    sekolah Alkitab datang kepada saya dalam suatu pertemuan dan minta
    kepada saya untuk menambahkan nama seorang temannya yang baru saja
    pindah ke Arab Saudi dalam daftar doa saya, maka hal itu kemungkinan
    besar tidak dapat saya lakukan. Pertama, temannya itu bekerja di
    perusahaan sekuler dan kebijakannya adalah saya hanya mencantumkan
    hamba-hamba Tuhan pada daftar saya, dan kedua, saya tidak bertemu
    muka dengan muka dengan temannya itu ataupun dengan istrinya.
    Sebelum saya dapat mengemukakan keberatan saya, mahasiswa itu
    berkata, "Namanya adalah George Puia dan istrinya adalah Lynn." Ia
    mengeja nama itu dengan cepat dan menjelaskan walaupun George
    bekerja di perusahaan sekuler, kerinduannya adalah untuk memulai
    suatu kelompok doa kecil dan juga bersaksi kepada Kaum Mayoritas
    bila ada kesempatan.

    Sambil mengingat nama itu dalam hati, saya katakan kepadanya dengan
    jujur, "Saudaraku, saya harus mengatakan kepadamu bahwa saya hanya
    akan melakukan ini jika Roh Kudus mendorong saya." Mahasiswa
    tersebut setuju dan membenarkan hal ini. Pada waktu ia pergi
    meninggalkan saya, secara jujur saya menyingkirkan masalah tersebut
    dari pikiran saya, antara lain karena pasangan itu tidak sesuai
    dengan standar penilaian daftar doa saya. Tetapi, 2 hari kemudian
    terjadilah suatu hal yang aneh. Ketika saya sedang berdoa untuk pria
    dan wanita yang ada dalam daftar doa saya hari itu, nama George dan
    Lynn Puia timbul dalam pikiran saya. Suatu kesan yang lembut timbul
    dalam hati saya: Aku ingin engkau masukkan nama mereka dalam daftar
    doamu. Dua atau tiga tahun telah berlalu ketika saya terus berdoa
    untuk George dan Lynn Puia. Saya selalu ingin tahu bagaimana rupa
    mereka dan pekerjaan apa yang dilakukan George. Lalu pada suatu hari
    saya sampai pada nama mereka dalam daftar doa saya dan saya
    bertanya-tanya apakah doa-doa saya menghasilkan perubahan. Saya
    berpikir, "Saya tidak mengetahui sedikit pun siapa mereka
    sebenarnya." Saya sepertinya mendengar dalam roh bahwa waktunya
    telah tiba bagi saya untuk berhenti berdoa syafaat bagi mereka.
    Tanpa pikir panjang lagi saya meraih pena dan mencoret nama mereka
    dari daftar doa saya.

    Beberapa minggu kemudian saya berada di Chicago untuk tampil dalam
    sebuah acara televisi Kristen. Dalam perjalanan menuju studio, saya
    berjalan menyusuri suatu tikungan dan bertabrakan dengan seseorang
    yang berjalan tergesa-gesa dari arah yang berlawanan. Saya minta
    maaf dan demikian pula orang itu yang memerhatikan saya dengan
    teliti. Lalu ia berkata' "Hei, saya mengenalmu! Saudara adalah Dick
    Eastman. Engkau telah mendoakan saya dan istri saya. Saya adalah
    George Puia." Yang mengherankan saya adalah bahwa George dan Lynn
    ternyata kembali ke Amerika kira-kira pada hari ketika saya mencoret
    nama mereka dari daftar doa saya. Rupanya Tuhan ingin saya berdoa
    syafaat bagi keluarga Puia selama mereka berada di Arab Saudi.
    Tetapi yang sungguh membangkitkan semangat saya adalah ketika George
    menerangkan bahwa buku dan kaset kami merupakan sarana yang dipakai
    oleh dia dan istrinya untuk memulai suatu kelompok doa di negeri
    yang keras itu. Hal ini menarik sekali karena hukuman bagi mereka
    yang memasukkan bahan bacaan seperti itu ke negara seperti Arab
    Saudi sangat berat.



Tetapi sekali lagi, di sini kita melihat bahwa doa-doa pendukung
dari orang-orang yang berdoa syafaat bagi George dan Lynn telah
membuat suatu perbedaan dalam praktiknya. Suatu hari ketika harus
melalui pemeriksaan imigrasi, George merasakan suatu dorongan aneh
dalam hatinya yang menyebabkan ia melangkah mundur dan membiarkan
seorang Arab yang berada di belakangnya untuk mendahuluinya.
Tiba-tiba terjadilah suatu keributan di meja panjang untuk melayani
para pendatang. Polisi yang bersenjata maju ke depan. Orang Arab
yang mendahului George dan Lynn tertangkap basah menyelundupkan
kaset video pornografi yang merupakan suatu pelanggaran yang harus
segera ditindak dengan menahan orang yang bersangkutan. "Oleh karena
adanya keributan tersebut", kata George, "maka pejabat imigrasi
hanya mengisyaratkan kepada Lynn dan saya untuk mengambil
barang-barang kami dan pergi."

MUSA: MEMPERJUANGKAN NASIB RAKYAT
Doa merupakan pilar keberhasilan hidup dan pelayanan
sang pemimpin yang harus dibangun dengan kokoh.

Nama Musa ditulis sebanyak 806 kali di dalam Alkitab kita, bisa
ditemukan dalam 31 kitab di Perjanjian Lama dan Baru. Sejarah
mencatatnya sebagai pemimpin besar yang membebaskan bangsa Israel
dari perbudakan di Mesir, membawa bangsa ini keluar dan berjalan
menuju tanah yang dijanjikan Tuhan.

Musa menghadap Firaun bukan dengan modal keberanian atau strategi
politik, melainkan dengan kuasa Tuhan. Ia sendiri tidak fasih
berbicara (Keluaran 4:10). "Biarkan umat Tuhan pergi", kata Musa
dengan lantang. Ketika Firaun menolak, Musa memerintahkan sepuluh
tulah turun atas bangsa Mesir hingga akhirnya mereka takluk.

Jutaan umat Israel berjalan menyemut menyusuri padang gurun. Pekik
kemenangan dan sorak kegirangan terdengar, tetapi tentara Mesir
mengejar mereka dari belakang. Musa tampil sebagai pemimpin bangsa
yang diurapi. Di bawah otoritas ilahi ia membelah laut Teberau
menjadi jalan pintas bagi bangsa Israel, menutupnya kembali untuk
menenggelamkan pasukan berkuda Mesir yang memburu mereka.

Musa jelaslah bukan pemimpin biasa. Tuhan bekerja melalui hamba-Nya
ini secara supernatural. Tuhan mengadakan mukjizat, keajaiban, dan
rupa-rupa tanda heran -- tiang awan, tiang api, manna turun dari
surga, air pahit menjadi tawar, mata air memancar dari gunung batu,
dan seterusnya.

Tuhan juga memberi otoritas khusus sehingga Musa dapat membangun
tatanan sosial politik bangsa Israel, meskipun itu atas masukan
Yitro, mertuanya (Keluaran 18:17-24). Musa memilih orang-orang cakap
dan mengangkat mereka menjadi kepala atas bangsa itu, menjadi
pemimpin seribu orang, pemimpin seratus orang, pemimpin lima puluh
orang, dan pemimpin sepuluh orang (Keluaran 18:25).

Musa menetapkan sistem norma bagi bangsa Israel, hukum yang berdasar
pada firman Tuhan (Keluaran 20:1-17). Musa juga membangun tatanan
kehidupan religius bangsa ini yang berpusatkan pada ibadah di bait
suci (tabernakel). Seluruh tatanan sosial-politik-religius bangsa
ini bersumber dari pewahyuan yang diterimanya dari Allah.

Satu lagi keberhasilan kepemimpinan Musa, ia mempersiapkan
penerusnya dengan baik. Sehebat-hebatnya seorang pemimpin, belum
bisa dikatakan sukses jika tidak berhasil melakukan regenerasi.
Adapun Musa, sejak awal ia mempersiapkan Yosua. Ketika Musa mati,
Yosua menggantikannya, dan bangsa Israel semakin maju.

Kehidupan Doanya

Musa mengenyam pendidikan Mesir yang modern untuk ukuran pada masa
itu (Kisah Para Rasul 7:22). Mentalitas dan karakternya juga telah
tergembleng selama 40 tahun ketika menjadi seorang gembala di Midian
(Keluaran 3:1). Tetapi, otoritas dan keberhasilan kepemimpinannya
berasal dari Tuhan.

Pelayanan Musa sebagai pemimpin dimulai dari hubungan pribadinya
dengan Tuhan di padang stepa. Ketika muda, Musa memang sangat
terbeban untuk menolong bangsanya yang terjajah di Mesir. Ia bahkan
berani membunuh orang Mesir demi belas kasihannya atas bangsa Israel
(Keluaran 2:11-12). Tetapi, jika Musa tidak bertemu dengan Tuhan
secara pribadi (Keluaran 3:2), ia takkan pernah menerima panggilan
untuk memimpin bangsa Israel keluar dari tanah Mesir itu.

Banyak pemimpin Kristen memulai pelayanannya dengan sebuah ide,
gagasan, pemikiran, rasa belas kasihan, tetapi bukan pewahyuan
ilahi. Visi kepemimpinan yang sejati haruslah berasal dari Tuhan.
Jangan menjadi pemimpin karena terbeban atau -- lebih buruk lagi --
terpaksa, tetapi karena panggilan Tuhan. Untuk itulah kita perlu
memulai dengan doa, pertemuan pribadi dengan Tuhan.

Kehidupan doa Musa, dalam arti hubungan akrabnya dengan Tuhan,
terlihat jelas dari setiap kali ia mendengar suara Tuhan. Segala
keputusan yang diambil selalu mengacu pada perkataan Tuhan.
Demikianlah seharusnya pemimpin Kristen, tidak berjalan menurut
pikirannya sendiri, tetapi dengar-dengaran dulu dengan Roh Kudus.
Yesus berjanji bahwa Roh Kudus akan selalu memimpin kita (Yohanes
16:13).

Musa pastilah seorang pendoa yang karib dengan Tuhan. Bayangkan,
Tuhan senantiasa memberi petunjuk yang sangat rinci (detail).
Pemimpin Kristen masa kini kadang hanya mendengar Roh Kudus berkata,
"Anakku, dirikanlah yayasan bagi-Ku!" Atau kita mendapat penglihatan
sebuah bangunan gereja dan kesaksian batin bahwa Tuhan menyuruh kita
menggembalakan jemaat. Lain dengan Musa, petunjuk Tuhan begitu
lengkap sampai pada hal yang kecil-kecil. Hal itu terlihat jelas
ketika Tuhan menyuruh Musa membangun kemah sembahyang (tabernakel),
petunjuk Tuhan sangat rinci sampai pada hal-hal yang kecil (Keluaran
25-30).

Banyak pemimpin Kristen kekurangan ide karena kurang berdoa. Padahal
seringkali kesalahan-kesalahan kecil berakibat fatal. Pemimpin harus
teliti dan cermat, serta melibatkan Tuhan dalam segala perkara.
Untuk itulah kita perlu menambah jam doa, tidak hanya berdoa lima
menitan!

Musa adalah tipe pendoa yang senang menyendiri bersama Tuhan. Ia
pergi naik ke gunung Sinai dan berdoa berhari-hari di sana, lalu
pulang dengan urapan penuh dan membawa pesan-pesan Tuhan. Pemimpin
Kristen perlu berdoa secara khusus, misalnya menyendiri di bukit
doa. Jangan hanya berdoa secara sambil lalu!

"Hapuskanlah Kiranya Namaku!"

Musa adalah seorang pemimpin yang berani bersikap tegas terhadap
para pengikutnya, tetapi juga berbelas kasih untuk mendoakan mereka.
Kadang kita hanya bersikap keras, tetapi tidak pernah mendoakan anak
buah kita. Ketika karyawan kita bersalah, kita memarahi mereka dan
bahkan mengutuki mereka. Sebaliknya, ada pemimpin yang sangat murah
hati, mengasihi jemaatnya, mendoakan mereka, tetapi tidak berani
menegor dan menempelak ketika mereka bersalah dan berdosa.

Pada waktu bangsa Israel jatuh berdosa karena menyembah patung anak
lembu emas, Musa marah dan menghukum mereka (Keluaran 32:25-29).
Tetapi, keesokan harinya berkatalah Musa kepada bangsa itu: "Kamu
ini telah berbuat dosa besar, tetapi sekarang aku akan naik
menghadap Tuhan, mungkin aku akan dapat mengadakan perdamaian karena
dosamu itu." (Keluaran 32:30)

Dalam doanya, Musa membela rakyatnya di hadapan Allah. Karena
kasihnya kepada Israel, Musa mau mengorbankan dirinya sendiri.
Demikian doanya: "Kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu -- dan
jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah
Kautulis." (Keluaran 32:32) Itu merupakan karakteristik kepemimpinan
Kristus. Ia tidak bersalah, tetapi mau berkorban dan menerima
hukuman untuk menebus dosa manusia. Kitalah yang seharusnya dihukum
oleh karena dosa kita, tetapi justru Yesus yang mati di kayu salib.

Doa Musa bukan basa-basi. Itu merupakan permohonan yang keluar dari hati yang penuh kasih. Apa yang kita ucapkan keluar dari dalam lubuk hati kita (Lukas 6:45). Banyak pemimpin Kristen yang sepertinya bersikap ramah dan baik terhadap para karyawan, mengampuni kekurangan dan kesalahan mereka, tetapi di dalam hatinya tersimpan kepahitan, kemarahan, dongkol. Dalam doanya ia berkata, "Oh Tuhan, hukumlah dia. Buatlah dia tidak kerasan dan keluar dari perusahaan ini. Kirimkan pekerja yang baru, ya Tuhan!" Munafik!

Kesimpulan

  1. Semua pemimpin Kristen yang berhasil pastilah anak-anak Tuhan yang tekun berdoa

  2. Pemimpin harus menjadi penggerak atau motivator doa umat

  3. Apabila para pemimpin bersatu untuk berdoa, perkara-perkara ajaib Tuhan nyatakan dengan dahsyat


Get Free .CO.CC and .CC.CC Domain name No Ads!
CO.
CC supports for CNAME, A, MX, NS records!

WWW. .CO.CC

e.g. www.myname.co.cc, www.myname2.co.cc

Powered by CO.CC:Free Domain

  © Family Blessing 2009

Back to TOP